Laman

27 Mar 2012

Carut-marut Penegakkan Hukum di Indonesia

Kondisi Penegakkan Hukum di Indonesia belakangan ini dinilai buruk. Hal itu di sebabkan oleh lemahnya penegakkan hukum seperti pada kasus Bank Century, skandal Nazarrudin, Nunun Nurbaeti, dan sekarang kasus Anjelina Sondankh.

Menurut Direktur Eksekutif LSI Dodi Ambardi, Ph.D, penilaian buruk itu berdasarkan hasil survey yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada pertengahan 2011.
"Hampir sepanjang pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2011), baru kali ini banyak rakyat menilai kondisi penegakkan hukum secara umum buruk,” katanya dalam diskusi bertema “Korupsi dan tatakelola Pemerintahan”, di Jakarta, minggu (8/1).

Berdasarkan data dari Governance Indicator World Bank 2011, dalam sepuluh tahun, demokrasi Indonesia tidak mengalami kemajuan, dan masih akan tetap negatif. “Korupsi tinggi, kepastian hukum rendah. Jika ini terus berlanjut, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi bisa semakin jelek.”

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja.
2.Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
3.Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4.Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
5.Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan, oleh karena itu merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
Dikalangan masyarakat sudah rendah kepercayaan kepada pemerintah. Pemerintah hanya bisa menaikan gaji PNS dan pejabat. Tidak pernah peduli akan rakyat NON-PNS. Perilaku PNS tetap tidak sesuai harapan rakyat walau seberapa gaji mereka naik. Meraka tak akan pernah cukup. Seperti contoh anggota DPR. Seberapa besar gaji mereka dari mereka yang mungkin mendapat gaji 1 juta sebelum menjadi anggota. Setelah mendapat gaji puluhan juta...malah korupsi.

Dengan tingkat korupsi yang tinggi di Indonesia, hukum pun bisa dibeli. Contoh kasus Gayus yang bisa keluar masuk rutan. Comtoh lain, Kasus AAL yang diputus bersalah di sidang karena mencuri sendal jepit, kasus GKI Yasmin di Bogor dan banyak lagi. Ini berpengaruh besar terhadap persepsi masyarakat.

Terkait korupsi, KPK masih menjadi satu-satunya lembaga yang paling efektif dalam memberantas korupsi. Meskipun survei LSI terbaru, menunjukkan KPK kini berada di bawah institusi Polri sebagai lembaga terkorup di Indonesia jika diukur dari persepsi masyarakat.
Pendidikan SDM juga harus di benahi sejak usia dini. Jika tiap manusia dibekali pendidikan yang baik, moral yang baik, dan keagamaan yang baik, maka tingkat korupsi dapat diminimalisir.
Pemerintahan Indonesia seharusnya tegas dalam tindakan pemberantasan korupsi dan tidak hanya mengacu pada kata-kata semata, tapi dibarengi dengan tindakan juga.

Jika kepalanya tidak baik, maka dibawahnya pun pasti tidak baik.
Dalam hal ini penegakan hukum di indonesia lebih pilih kasih. Contoh, Kalo dengan rakyat bawah pengadil begitu tegasnya untuk menuntunt hukuman, sedangkan untuk PARA KORUPTOR pengadil lembek dan enyek enyek. Sungguh tragis, tapi inilah penegakan hukum di Indonesia.

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar